sejak tahun 2017, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
mengeluarkan kebijakan zonasi dalam sistem penerimaan peserta didik baru
(PPDB). Mengapa zonasi? Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir
Effendy mengatakan, melalui zonasi pemerintah ingin melakukan reformasi sekolah
secara menyeluruh. Menurutnya, zonasi merupakan salah satu strategi percepatan
pemerataan pendidikan yang berkualitas.
“Target kita bukan hanya pemerataan akses pada layanan pendidikan saja,
tetapi juga pemerataan kualitas pendidikan,” ujar Mendikbud dalam kegiatan
Sosialisasi Peraturan/Kebijakan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun
2018, di Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Mendikbud menuturkan, kebijakan zonasi diambil sebagai respons atas
terjadinya “kasta” dalam sistem pendidikan yang selama ini ada karena
dilakukannya seleksi kualitas calon peserta didik dalam penerimaan peserta
didik baru. “Tidak boleh ada favoritisme. Pola pikir kastanisasi dan favoritisme
dalam pendidikan semacam itu harus kita ubah. Seleksi dalam zonasi dibolehkan
hanya untuk penempatan (placement),” katanya.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Hamid
Muhammad mengatakan, sistem zonasi telah diimplementasikan secara bertahap
sejak tahun 2016 yang diawali dengan penggunaan zonasi untuk penyelenggaraan
ujian nasional. Lalu pada tahun 2017 sistem zonasi untuk pertama kalinya
diterapkan dalam PPDB, dan disempurnakan di tahun 2018 melalui Permendikbud
Nomor 14 Tahun 2018 yang menggantikan Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang
PPDB.
“Pemanfaatan zonasi akan diperluas untuk pemenuhan sarana prasarana,
redistribusi dan pembinaan guru, serta pembinaan kesiswaan. Ke depan, sistem
zonasi bukan hanya untuk UN dan PPDB, tetapi menyeluruh untuk mengoptimalkan
potensi pendidikan dasar dan menengah,” tutur Hamid.
Ia menambahkan, Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 diterbitkan untuk
mengakomodasi hal-hal yang banyak dikeluhkan dalam permendikbud sebelumnya,
antara lain mengenai jumlah rombongan belajar (rombel) dan jumlah siswa. Dalam
penerapan zonasi tahun ini dilakukan peny
esuaian jumlah rombel dan jumlah siswa dalam rombel sehingga dapat dicari
solusi untuk permasalahan yang terjadi dalam implementasi zonasi pada PPDB
tahun lalu.
Terkait penyesuaian jumlah rombel dan jumlah siswa itu, Mendikbud Muhadjir
Effendy mengatakan, zonasi mempermudah pemetaan kebutuhan siswa di daerah.
“Salah satu enaknya zonasi, sekarang seharusnya kepala dinas pendidikan sudah
bisa membuat proyeksi tentang kebutuhan siswa baru,” katanya.
Ia juga meminta kerja sama pemerintah daerah untuk mempercepat pemerataan
pendidikan yang berkualitas, salah satunya dengan melakukan penguatan peran
guru dan peningkatan kualitas guru. “Jadi dari MKKS (Musyawarah Kerja Kepala
Sekolah), MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), hingga KKG (Kelompok Kerja
Guru), semua ada aturannya. Pembinaan guru akan dikonsentrasikan ke situ. MKKS
seharusnya punya domain dalam menentukan kuota masing-masing sekolah,” tuturnya
di stus resmi kemdikbud.go.id
No comments:
Post a Comment